Penyelia. Kalimantan Timur. Lampung Utara. Setiap negosiator, baik yang sudah berpengalaman maupun yang baru, dalam hal ini perlu terus menyadari dan menghayati makna kelima karakter humanistik ala China tersebut, antara lain dengan mendayagunakan teknologi informasi sesuai kebutuhan tahapan-tahapan negosiasi. Pada intinya, para negosiator perlu memahami karakteristik tersebut sebagai manusia berakhlak, dan bukan yang mau menang sendiri dengan tekanan-tekanan psikis maupun fisik yang tidak etis. Dengan kata lain, mereka harus pula berani menanggalkan ciri-ciri masa lampau yang penuh intrik atau ketidakjujuran dan sok paling hebat lantaran ingin cepat selesai melampaui tahapan-tahapan negosiasi dengan mencontek gaya Barat. Kaum bijak China memberi nasehat: "Beranilah menatap cermin setiap pagi selama 60 detik sebelum sarapan pagi, dan menggugat yang ada di cermin secara jujur dan tidak tergesa-gesa." Kini memasuki era Asia makin banyak pengamat dan negosiator Barat serta pelaku Asia, yang menyerap pendidikan penuh bobot kebaratan, mulai menyadari makna positif karakter humanistik Asia tersebut dan bukanlah ilusi. Manusia Asia dasarnya senantiasa mendambakan harmoni dan bukan mahluk dewa tanpa kelemahan-kelemahan manusiawi. Hal ini pula yang menjadi tantangan yang para negosiator Indonesia dalam proses bernegosiasi sosial maupun bisnis di era Asia yang makin dinamis memasuki tahun 2010, tanpa arogansi hanya menjiplak sikap pandang gaya Barat. Tahun 2009, ada dua fenomena menarik di dunia musik Tanah Air: jazz kian memesona, sedangkan dangdut (masih) kehilangan pesona. Bahkan, dangdut seperti kembali pada ”habitatnya”, hidup pada masyarakat pinggiran. Angin sedang berpihak pada jazz. Setahun terakhir, berbagai festival jazz susul menyusul diselenggarakan di berbagai daerah. ”Habitat” jazz pun tidak lagi terbatas di hotel, kafe, atau tempat-tempat wangi, tetapi menyebar ke kampus hingga pasar. Nazar Noe’man, Program and Music Director KLCBS, stasiun radio jazz di Bandung, melihat upaya pemusik jazz untuk lebih mendekatkan diri ke masyarakat cukup berhasil. Festival jazz yang digelar bertubi-tubi memunculkan penikmat baru jazz, terutama di kalangan anak muda. ”Sekarang, 70 persen pendengar yang memesan lagu di KLCBS berusia 19-an tahun. Empat tahun yang lalu masih didominasi pendengar dewasa. Yang mengagetkan, anak-anak muda ini minta diputari lagu-lagu para legenda jazz di masing-masing era. Ini menunjukkan mereka mencoba mengikuti perjalanan jazz,” kata Nazar yang selalu mencatat usia pemesan lagu di radionya.
7 years ago